National Multidisciplinary Sciences
https://proceeding.unmuhjember.ac.id/index.php/nms
<p><strong>Aims and Scope</strong></p> <p>Discover the diverse processes in National Multidisciplinary Science, with prospective papers from researchers and Community Service who are productive in their respective fields. Research and service reports support study demonstrations in current trends in society and observations through field research and Community Service that contribute to the development of studies.</p> <ul> <li>Psychology</li> <li>Philosophy and Behavioral Studies</li> <li>Sociology</li> <li>Law and Legal Studies</li> <li>Economics</li> <li>Language and Literature</li> <li>History</li> <li>Political Studies</li> <li>Islamic Studies</li> <li>Religion and Cultural Studies</li> <li>Art</li> <li>Tourism</li> <li>Remote Sensing</li> <li>Computer Science</li> <li>Civil engineering</li> <li>Material Science</li> <li>Applied Mathematics</li> <li>Aquaculture</li> <li>Plant Science</li> <li>Horticulture</li> <li>Soil Plant Science</li> <li>Agroforestry</li> <li>Forest Science</li> <li>Plant Protection</li> <li>Aquatic Processing Diversification</li> <li>MicrobiologyAstronomy</li> <li>Medical-surgical nursing</li> <li>Pediatric nursing</li> <li>Maternity nursing</li> <li>Community nursing</li> <li>Family nursing</li> <li>Gerontic nursing</li> <li>Psychiatric nursing</li> <li>Nursing management and palliative nursing</li> <li>Public health science</li> <li>Midwifery</li> </ul>en-US[email protected] (Abdul Jalil)[email protected] (-)Wed, 21 May 2025 11:50:36 +0200OJS 3.3.0.7http://blogs.law.harvard.edu/tech/rss60Diferensiasi Fungsional Kejaksaan dan Kepolisian dalam Integrated Criminal Justice System (ICJS)
https://proceeding.unmuhjember.ac.id/index.php/nms/article/view/740
<p>Reformasi sistem peradilan di Indonesia merupakan langkah krusial dalam memperkuat negara hukum yang demokratis, terutama pasca-Orde Baru yang ditandai dengan ketidakmandirian lembaga peradilan, korupsi, dan rendahnya akses keadilan. Meski sudah berlangsung lebih dari dua dekade, reformasi ini masih menghadapi tantangan besar seperti lemahnya kemauan politik, dominasi kepentingan kekuasaan, serta belum tuntasnya pembaruan hukum acara pidana yang masih mewarisi sistem kolonial. Upaya pembentukan lembaga seperti Komisi Yudisial dan Mahkamah Konstitusi menjadi capaian penting, namun belum cukup menanggulangi budaya hukum yang transaksional. Dalam konteks pembahasan RUU KUHAP terbaru, muncul kekhawatiran atas dominasi jaksa penuntut umum yang mengaburkan batas fungsi antar lembaga penegak hukum, mengancam prinsip checks and balances. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif yang juga dikenal sebagai penelitian hukum kepustakaan. Hasil penelitian ini adalah Revitalisasi diferensiasi fungsional dalam sistem peradilan pidana merupakan suatu kebutuhan mendesak guna memastikan kejelasan, keseimbangan, dan profesionalisme dalam pelaksanaan tugas antar lembaga penegak hukum. Tumpang tindih kewenangan yang terjadi antara penyidik, penuntut umum, dan lembaga peradilan tidak hanya menghambat efektivitas penegakan hukum, tetapi juga berpotensi menimbulkan konflik kepentingan serta penyalahgunaan kewenangan. Oleh karena itu, diperlukan penataan secara normatif dan institusional yang tegas terhadap batas dan koordinasi antar fungsi tersebut. Langkah ini juga penting dalam rangka memperkuat prinsip due process of law dan equality before the law, di mana setiap aktor dalam sistem peradilan pidana menjalankan peran masing-masing secara independen namun tetap sinergis dalam kerangka hukum yang berkeadilan. Tanpa pembenahan ini, sistem peradilan pidana akan tetap rentan terhadap dominasi kekuasaan dan jauh dari tercapainya keadilan prosedural yang menjamin perlindungan hak semua pihak dalam proses hukum.</p>Ibnu Sina Chandranegara
Copyright (c) 2025 Ibnu Sina Chandranegara
https://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0
https://proceeding.unmuhjember.ac.id/index.php/nms/article/view/740Wed, 21 May 2025 00:00:00 +0200Judicial Activism Kewenangan Kepolisian di Mahkamah Konstitusi dan Visi Rancangan KUHAP
https://proceeding.unmuhjember.ac.id/index.php/nms/article/view/741
<p><em>Judicial Activism</em> di Mahkamah Konstitusi sebagai adaptasi hukum yang dilakukan oleh hakim Mahkamah Konstitusi terhadap perubahan sosial dalam masyarakat melalui interpretasi dan penerapan prinsip-prinsip dalam putusan dimana Mahkamah Konstitusi seringkali menginterpretasikan konstitusi dengan cara yang tidak hanya berpegang pada teks konstitusi secara literal, tetapi juga mempertimbangkan konteks sosial, politik, dan ekonomi. Beberapa putusan Mahkamah Konstitusi berkaitan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah melahirkan <em>landmark decision </em>yang berpengaruh terhadap lanskap hukum acara pidana, misalnya perihal kewajiban pengiriman Surat Perintah Dimulainya Penyidikan dan perihal tafsir bukti permulaan yang cukup dalam proses penyidikan. Perubahan persepsi tersebut dilatarbelakangi oleh situasi sosial masyarakat yang membutuhkan tafsir progresif, selain dikarenakan KUHAP telah berumur lama dan tidak lagi dipandang responsif terhadap perkembangan zaman. Penelitian ini adalah penelitian normatif dengan pendekatan konseptual, pendekatan perundang-undangan, dan pendekatan kasus. Kesimpulan dari penelitian ini adalah <em>landmark decision </em>putusan Mahkamah Konstitusi berkaitan dengan KUHAP harus menjadi pondasi dalam pembahasan dan pembuatan KUHAP yang baru.</p>Ahmad Suryono, Irfan Amiluddin
Copyright (c) 2025 Ahmad Suryono, Irfan Amiluddin
https://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0
https://proceeding.unmuhjember.ac.id/index.php/nms/article/view/741Wed, 21 May 2025 00:00:00 +0200Restorative Justice sebagai Manifestasi Perlindungan Hak Asasi dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia
https://proceeding.unmuhjember.ac.id/index.php/nms/article/view/742
<p><em>Restorative justice</em> merupakan pendekatan alternatif dalam sistem peradilan pidana yang berfokus pada pemulihan kerugian akibat tindak pidana melalui partisipasi aktif antara pelaku, korban, dan masyarakat. Dalam konteks ketatanegaraan Indonesia, penerapan <em>restorative justice</em> memiliki relevansi yang kuat dengan prinsip perlindungan hak asasi manusia (HAM) sebagaimana diatur dalam UUD NRI Tahun 1945. Pendekatan ini mencerminkan pergeseran paradigma dari keadilan retributif menuju keadilan substantif yang lebih humanis dan partisipatif. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana <em>restorative justice</em> berperan sebagai wujud perlindungan HAM dalam sistem ketatanegaraan, serta bagaimana prinsip negara hukum turut memfasilitasi implementasinya. Dengan menggunakan pendekatan yuridis-normatif dan telaah konstitusional, ditemukan bahwa <em>restorative justice</em> dapat memperkuat posisi korban, mencegah overkriminalisasi, dan mendukung prinsip due process of law. Lebih jauh, keberadaan <em>restorative justice</em> mendukung pelaksanaan tanggung jawab negara dalam melindungi hak-hak konstitusional warga negara, khususnya hak atas keadilan, kesetaraan di hadapan hukum, dan pemulihan. Namun, implementasinya memerlukan penguatan regulasi, sinergi kelembagaan, serta perubahan paradigma aparat penegak hukum. Kesimpulannya, <em>restorative justice</em> bukan hanya mekanisme penyelesaian sengketa pidana, tetapi juga representasi nilai-nilai HAM dalam sistem hukum nasional, serta manifestasi nyata dari prinsip negara hukum yang demokratis dan berkeadilan</p>Auliya Khasanofa , Muhammad Ilham Hermawan, Harmoko Harmoko
Copyright (c) 2025 Auliya Khasanofa , Muhammad Ilham Hermawan, Harmoko Harmoko
https://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0
https://proceeding.unmuhjember.ac.id/index.php/nms/article/view/742Wed, 21 May 2025 00:00:00 +0200Perlindungan Hukum Terhadap Tersangka Untuk Memperoleh Bantuan Hukum
https://proceeding.unmuhjember.ac.id/index.php/nms/article/view/743
<p>indonesia yang dikenal sebagai negara hukum menegaskan pentingnya penghormatan atas hak asasi manusia, termasuk hak tersangka untuk memperoleh bantuan hukum. namun, implementasi di lapangan masih menunjukkan adanya ketimpangan, khususnya bagi tersangka perkara pidana dengan ancaman di bawah lima tahun penjara, sehingga menimbulkan ketidakadilan, terutama bagi masyarakat kurang mampu. tujuan dari penelitian ini adalah untuk menelaah sejauh mana perlindungan hak asasi manusia bagi para tersangka yang secara ekonomi kurang mampu dalam mengakses bantuan hukum pada kasus pidana ringan. penelitian hukum normatif merupakan metode yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, konseptual, dan perbandingan, menggunakan sumber hukum primer dan sekunder. hasil penelitian menunjukkan bahwa pasal 56 ayat (1) kuhap membatasi hak pendampingan hukum hanya pada ancaman pidananya, sehingga berpotensi diskriminatif dan tidak sejalan dengan prinsip hak asasi manusia serta undang-undang nomor 16 tahun 2011 tentang bantuan hukum. studi perbandingan terhadap sistem hukum amerika serikat melalui <em>miranda rule</em> menunjukkan jaminan bantuan hukum yang lebih inklusif dan tanpa diskriminasi. oleh karena itu, diperlukan reformasi kebijakan agar bantuan hukum dapat diakses oleh seluruh tersangka tanpa memandang berat ringannya ancaman pidana, guna mewujudkan kesetaraan dan keadilan dimuka hukum serta meningkatkan kesadaran aparat penegak hukum mengenai keharusan adanya bantuan hukum dalam menjaga keadilan.</p>Suyatna Suyatna, Nadia Putri Qurrotu Najah, Bella Ayu Ramadhani
Copyright (c) 2025 Suyatna Suyatna, Nadia Putri Qurrotu Najah, Bella Ayu Ramadhani
https://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0
https://proceeding.unmuhjember.ac.id/index.php/nms/article/view/743Wed, 21 May 2025 00:00:00 +0200 Penggunaan Ai Dalam Proses Pemeriksaan Tersangka Dalam Penyidikan Di Kepolisian
https://proceeding.unmuhjember.ac.id/index.php/nms/article/view/744
<p>Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence/AI) telah menjadi salah satu inovasi teknologi yang membawa perubahan signifikan di berbagai sektor, termasuk penegakan hukum. Artikel ini membahas peran strategis AI dalam mendukung proses penyidikan oleh kepolisian, khususnya dalam konteks hukum di Indonesia. Penelitian dilakukan dengan pendekatan hukum normatif melalui studi kepustakaan, statute approach, conceptual approach, dan comparative approach terhadap regulasi dan praktik penyidikan di Indonesia. Hasil kajian menunjukkan bahwa AI, melalui aplikasi seperti analisis forensik digital, pengenalan wajah, pemolisian prediktif, drone otonom, dan alat deteksi kebohongan (lie detector), mampu meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyidikan dengan analisis data yang mendalam, deteksi pola kejahatan, serta identifikasi pelaku secara lebih akurat. Namun, implementasi AI dalam penegakan hukum di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan, antara lain keterbatasan regulasi, isu etika, serta pemahaman teknologi di kalangan aparat penegak hukum. Artikel ini merekomendasikan perlunya penguatan regulasi, peningkatan literasi teknologi di lingkungan kepolisian, dan kolaborasi lintas sektor untuk optimalisasi pemanfaatan AI dalam mendukung penegakan hukum yang adil dan modern</p>Akhmad Maimun , Deden Yulian Thomas
Copyright (c) 2025 Akhmad Maimun , Deden Yulian Thomas
https://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0
https://proceeding.unmuhjember.ac.id/index.php/nms/article/view/744Wed, 21 May 2025 00:00:00 +0200Kedudukan Kejaksaan dalam Penegakan Hukum di Indonesia Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
https://proceeding.unmuhjember.ac.id/index.php/nms/article/view/745
<p>Kedudukan Kejaksaan dalam sistem ketatanegaraan tergolong ambivalen karena berada pada dua sisi cabang kekuasaan yang seharusnya terpisah, yaitu <em>pertama </em>cabang kekuasaan eksekutif terkait struktur dan alur komando yang berujung pada Presiden sebagai Kepala Pemerintahan, dan kedua cabang kekuasaan yudikatif dalam konteks tugas penuntutan dalam sistem peradilan pidana. Perihal independensi akan menjadi isu sentral dalam pemosisian Kejaksaan dalam penugasannya, dimana secara struktural Jaksa Agung berujung kepada Presiden dengan hak prerogatifnya, namun secara fungsi dituntut untuk mandiri dan independen dari tekanan politik apapun. Penelitian ini adalah penelitian normatif dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan perbandingan. “Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 6/PUU-XXII/2024” telah membuat konsep baru tentang independensi Kejaksaan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari dan menemukan konsep kelembagaan terbaik bagi “Kejaksaan Republik Indonesia” dalam menjalankan fungsi dan tugas yudikatif dan eksekutif sekaligus secara seimbang dan transparan. Diharapkan konsep kelembagaan tersebut dapat memaksimalkan peran Kejaksaan dalam penegakan hukum serta memberikan <em>positioning </em>lembaga Kejaksaan didalam sistem peradilan pidana di Indonesia. “Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 6/PUU-XXII/2024” telah memberikan tafsir konstitusional yang berbeda dan dapat berakibat pada aspek kelembagaan Kejaksaan sehingga dapat berpengaruh terhadap mekanisme penegakan hukum di Indonesia. Penelitian ini akan memberikan rekomendasi terbaik bagi konsep dan visi Kejaksaan ke depan<em>.</em></p>Icha Cahyaning Fitri, Alif Rizki Budi Cahyono
Copyright (c) 2025 Icha Cahyaning Fitri, Alif Rizki Budi Cahyono
https://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0
https://proceeding.unmuhjember.ac.id/index.php/nms/article/view/745Wed, 21 May 2025 00:00:00 +0200Akselerasi Teknologi: Konsep Pengawasan Penyidikan Menggunakan Sistem Eletronik
https://proceeding.unmuhjember.ac.id/index.php/nms/article/view/746
<p>Penegakan hukum adalam suatu kasus tentunya banyak tahapan yang harus dilakukan mulai awal hingga akhir pada pembahasan ini lebih fokus kepada ranah penyidikan dimana dalam proses ini sangat penting dan sangat krusial dalam prosesnya karena dalam proses penyidikan ini mengungkap suatu peristiwa pidana atau bukan serta mengumpulkan bukti bukti hingga nantinya kasus ini disidangkan di pengadilan dalam proses inilah yang perlu pengawalan dan pengawasan untuk menghindari terjadinya kecurangan dan penyalah gunaan kekuasaan meskipun sudah tersistem masi perlu adanya pembaruan yang harus dilakukan dalam proses penyidikan. Penelitian ini adalah penelitian normatif menggunakan metode pendekatan konseptual dan perbandiangan. Penelitian ini dibuat dengan tujuan untuk adanya pembaruan dalam sistem pengawasan penyidikan sebagai bentuk optimalisasi pelayanan publik dan meningkatkan kualitas sistem penyidikan yang sesuai dengan perkembangan zaman dengan merekomendasikan konsep baru dalam pengawasan penyelidikan menggunakan sistem eletronik yany diharapkan kedepannya bisa mengoptimalkan kinerja apparat penegak hukum dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan yang diamanatkan konstitusi, penelitian ini memberikan rekomendasi terbaik yang memang sesuai dan sudah seharusnya dilakukan melihat perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat sehingga nantinya pemerinta bisa menjadi penunjang hal tersebut.</p>Muh Iman, Alfian Firdaus
Copyright (c) 2025 Muh Iman, Alfian Firdaus
https://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0
https://proceeding.unmuhjember.ac.id/index.php/nms/article/view/746Wed, 21 May 2025 00:00:00 +0200Perlindungan Hukum Perempuan Korban Kekerasan Seksual dalam Sistem Peradilan Pidana: Tinjauan Perspektif HAM
https://proceeding.unmuhjember.ac.id/index.php/nms/article/view/747
<p>Artikel ini membahas tentang Perlindungan Hukum Perempuan Korban Kekerasan Seksual dalam Sistem Peradilan Pidana: Tinjauan Perspektif Hak Asasi Manusia. Dengan menggunakan pendekatan hukum normatif dan konseptual. Atikel ini membahas mengenai bagaimana bentuk perlindungan hukum bagi korban kekerasan seksual terutama pada Perempuan setelah dia menjadi korban. Kekerasan seksual ini diatur dalam dalam Undang Undang No. 12 Tahun 2002. Tetapi dalam Undang-Undang tersebut kurangnya pemenuhan pemulihan terhadap korban setelah dia menjadi korban kekerasan seksual. Hak-hak yang diberikan kepada korban seharusnya berupa suatu penanganan, perlindungan, dan pemulihan yang sepenuhnya. Dan seharusnya kasus kekerasan seksual ini tidak bisa dipandang sebelah mata saja. Artikel ini merekomendasikan perlunya ketegasan dari pihak kepolisian dalam menangani kasus kekerasan seksual dan lebih mengutamakan hak-hak psikis si korban.</p>Yanny Tuharyati, Adilya Khulaivah
Copyright (c) 2025 Yanny Tuharyati, Adilya Khulaivah
https://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0
https://proceeding.unmuhjember.ac.id/index.php/nms/article/view/747Wed, 21 May 2025 00:00:00 +0200Peran Masyarakat Sipil Dalam Mendorong Transparansi Proses Penegakan Hukum Pidana
https://proceeding.unmuhjember.ac.id/index.php/nms/article/view/748
<p>Transparansi atau keterbukaan berarti pelaksanaan yang dilakukan dengan cara atau mekanisme yang mengikuti aturan atau ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Transparansi juga dapat berarti bahwa informasi yang berkaitan dengan lembaga harus tersedia secara mudah dan bebas serta dapat diakses oleh pihak-pihak yang terkena dampak dari kebijakan yang dilakukan oleh suatu lembaga. Dalam perkara tindak pidana korupsi yang disebut korban tidak langsung adalah masyarakat dan rakyat, sebab kerugian keuangan negara atau perekonomian negara, secara tidak langsung akan merugikan kepentingan masyarakat dan kepentingan rakyat. Tujuan dari penulisan ini yaitu menguji penerapan <em>amicus curiae</em> sebagai hak warga negara dalam memberikan hak kebebasan pendapat dalam ranah kehakiman, hal ini memberikan pandangan bahwasannya Masyarakat dapat mengontrol kondisi penegakan keadilan di lingkup pengadilan pidana, lebih khusus pada tindak pidana korupsi yang mana korban dari kejahatan tindak pidana korupsi itu adalah Masyarakat. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan menganalisis teks hukum dan mencoba menemukan makna serta penerapan hukum tersebut dalam konteks yang lebih luas. Jadi dengan adanya pengaturan kedudukan hukum <em>amicus curiae</em> mempertegas keabsahannya secara hukum dalam praktik peradilan Indonesia selama ini. Selain itu, pengaturan <em>amicus curiae</em> diharapkan dapat memperkaya khazanah pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan yang mencerminkan rasa keadilan.</p>Miftahul Huda, Firman Octhaviana Sulistyo
Copyright (c) 2025 Miftahul Huda, Firman Octhaviana Sulistyo
https://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0
https://proceeding.unmuhjember.ac.id/index.php/nms/article/view/748Wed, 21 May 2025 00:00:00 +0200Aspek Keterlibatan Masyarakat pada Sistem Peradilan Pidana Dalam Alternatif Penyelesaian Sengketa
https://proceeding.unmuhjember.ac.id/index.php/nms/article/view/749
<p>Konflik sosial yang melibatkan pelaku dari kalangan remaja menunjukkan bahwa pendekatan hukum pidana konvensional sering kali tidak mampu menyelesaikan masalah secara menyeluruh. Oleh karena itu, penerapan keadilan restoratif khususnya melalui mediasi menjadi penting karena memberikan kesempatan bagi pelaku, korban, dan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemulihan hubungan sosial dan penyelesaian masalah secara adil serta sesuai dengan konteks sosial yang ada. Penelitian ini adalah penelitian normatif dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan perbandingan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari, menemukan konsep serta menganalisis efektivitas penerapan keadilan restoratif terhadap pelaku remaja dalam sistem peradilan pidana di Indonesia, serta mengkaji peran masyarakat dalam mendukung implementasi mediasi sebagai bentuk Alternatif Penyelesaian sengketa perkara pidana yang partisipatif dan berbasis nilai-nilai lokal. Penelitian ini akan memberikan rekomendasi terbaik bagi konsep keadilan restoratif pelaku remaja melalui alternatif penyelesaian sengketa ke depan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pendekatan keadilan restoratif terbukti efektif dalam menangani pelaku remaja karena berfokus pada pemulihan, tanggung jawab, dan perlindungan korban, namun implementasinya di Indonesia masih terkendala oleh faktor struktural dan budaya. Oleh karena itu, diperlukan regulasi yang komprehensif, peningkatan kapasitas lembaga, serta pelibatan aktif masyarakat dan tokoh lokal untuk mendukung penerapan keadilan restoratif secara sistematis dan berkelanjutan.</p>Yunita Reykasari, M. Dwi Nurwachidiansyah
Copyright (c) 2025 Yunita Reykasari, M. Dwi Nurwachidiansyah
https://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0
https://proceeding.unmuhjember.ac.id/index.php/nms/article/view/749Wed, 21 May 2025 00:00:00 +0200Mewujudkan Peradilan Pidana Ekonomi yang Inklusif: Kajian atas Praktik dan Regulasi Securities Crowdfunding
https://proceeding.unmuhjember.ac.id/index.php/nms/article/view/750
<p>Securities Crowdfunding (SCF) sebagai inovasi pembiayaan digital memperlihatkan dinamika baru dalam struktur ekonomi berbasis teknologi, di mana teknologi finansial (fintech) mempertemukan pelaku usaha dan investor ritel melalui platform daring. Namun, perkembangan ini menyisakan sisi gelap berupa kejahatan ekonomi digital seperti penipuan investasi, manipulasi data keuangan, dan penyalahgunaan algoritma, yang belum sepenuhnya terjangkau oleh sistem peradilan pidana konvensional. Kajian ini bertujuan untuk mengeksplorasi kesiapan sistem peradilan pidana ekonomi di Indonesia dalam merespons ancaman tersebut serta menganalisis efektivitas kerangka regulasi dalam memberikan perlindungan hukum terhadap masyarakat sipil, khususnya investor ritel. Melalui pendekatan normatif dan analisis interdisipliner, penelitian ini menemukan adanya disparitas yang signifikan antara dinamika praktik kejahatan digital dalam sektor Securities Crowdfunding dan kapasitas normatif yang tercermin dalam regulasi yang ada, khususnya Peraturan OJK No. 57/POJK.04/2020. Ketidakseimbangan ini tercermin dalam lemahnya kapasitas digital forensik, keterbatasan koordinasi antar-aparat penegak hukum, serta belum optimalnya mekanisme perlindungan hukum bagi investor ritel. Selain itu, kecepatan perkembangan teknologi dan pemanfaatan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) dalam operasional platform SCF justru memperluas celah terjadinya kejahatan ekonomi digital, tanpa diiringi dengan respons hukum yang adaptif dan progresif. Kondisi ini memperlihatkan urgensi perumusan ulang kerangka hukum pidana ekonomi yang responsif terhadap era digital dan berorientasi pada perlindungan masyarakat sipil. Penelitian ini menekankan pentingnya pembaruan paradigma penegakan hukum pidana ekonomi secara inklusif, berbasis hak asasi manusia, dan adaptif terhadap teknologi. Diperlukan reformasi kelembagaan, pembentukan unit khusus penanganan kejahatan digital, serta pelibatan masyarakat sipil dalam pengawasan dan edukasi hukum agar sistem peradilan pidana mampu menjamin keadilan substantif di era ekonomi digital.</p>Annisa Romadhonia
Copyright (c) 2025 Annisa Romadhonia
https://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0
https://proceeding.unmuhjember.ac.id/index.php/nms/article/view/750Wed, 21 May 2025 00:00:00 +0200Penerapan Business Judgment Rule dan Akibat Hukum Terhadap Penetapan Tersangka Tindak Pidana Korupsi
https://proceeding.unmuhjember.ac.id/index.php/nms/article/view/751
<p>Penelitian ini membahas penerapan prinsip <em>Business Judgment Rule</em> (BJR) sebagai perlindungan hukum terhadap direksi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam mengambil keputusan bisnis yang berpotensi menimbulkan kerugian keuangan. Bahkan dalam rezim Undang-Undang No. 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang BadanUsaha Milik Negara, perlindungan hukum atas penerapan prinsip Business Judgment Rule tersebut diperluas kepada Menteri, Organ, dan pegawai Badan. Sehingga penerapan prinsip Business Judgment Rule dalam konteks pengelolaan suatu BUMN harus dikualifikasikan sebagai perbuatan hukum perdata, bukan suatu perbuatan pidana meskipun berpotensi menimbulkan kerugian keuangan BUMN tersebut. Hal ini penting dikemukakan agar Aparat Penegak Hukum tidak selalu mengkualifikasikan kerugian keuangan pada BUMN sebagai perbuatan korupsi. Direksi atau pejabat berwenang dalam pengelolaan suatu perseroan dituntut untuk menghasilkan keuntungan bagi perseroan, keputusan yang mengakibatkan kerugian sering kali dikualifikasikan sebagai tindak pidana korupsi. Padahal, apabila keputusan direksi tersebut diambil berdasarkan itikad baik, kehati-hatian, tanpa konflik kepentingan, dan berdasarkan informasi yang memadai, maka semestinya hal itu berada dalam ranah perdata, bukan pidana. Melalui pendekatan normatif dengan studi kasus pada kasus Dirut PT. Bank Mandiri, Dirut PT. KAI, dan Dirut PT. Pertamina, penelitian ini menunjukkan bahwa kerugian akibat risiko bisnis tidak dapat serta-merta dikategorikan sebagai kerugian negara dalam konteks tindak pidana korupsi. Selain itu, hakim seharusnya memutus perkara tersebut dengan putusan <em>ontslag van alle rechtsvervolging</em> (lepas dari segala tuntutan hukum), bukan vonis bebas (<em>vrijspraak</em>), apalagi menyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi, kecuali syarat ketentuan Business Judgment Rule ada yang tidak terpenuhi. Penelitian ini bertujuan menegaskan pentingnya penerapan BJR secara konsisten untuk menciptakan kepastian hukum dan mencegah kriminalisasi atas kebijakan bisnis yang sah.</p>Sulistio Adiwinarto
Copyright (c) 2025 Sulistio Adiwinarto
https://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0
https://proceeding.unmuhjember.ac.id/index.php/nms/article/view/751Wed, 21 May 2025 00:00:00 +0200Analisa Legalitas dan Potensi Kejahatan Financial pada Penggunaan Cryptocurrency di Indonesia
https://proceeding.unmuhjember.ac.id/index.php/nms/article/view/752
<p>Cryptocurrency adalah jenis baru dari uang digital yang memanfaatkan teknologi kriptografi untuk melindungi transaksi dan mengatur pembuatan unit-unit baru. Teknologi blockchain yang menjadi dasar utama cryptocurrency menciptakan sistem keuangan yang tidak terpusat, transparan, dan sulit untuk dimanipulasi. Dalam beberapa tahun terakhir, permintaan dan penggunaan cryptocurrency telah meningkat secara signifikan, baik sebagai sarana investasi maupun sebagai alternatif untuk sistem pembayaran internasional. Meskipun memiliki potensi, terdapat berbagai tantangan yang perlu dihadapi, seperti fluktuasi nilai yang ekstrem, belum adanya regulasi yang konsisten, serta ancaman keamanan siber. Penelitian ini mengulas secara umum perkembangan cryptocurrency, cara kerjanya, manfaat yang mungkin didapat dalam keuangan modern, serta risiko yang menyertainya. Dengan memahami sisi teknis dan ekonomi dari cryptocurrency, diharapkan masyarakat bisa lebih bijaksana dalam memanfaatkan teknologi ini di era digital yang terus berubah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis aspek legalitas serta potensi kejahatan finansial dalam penggunaan cryptocurrency di Indonesia. Metode yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perun-dang-undangan, konseptual, perbandingan hukum, dan historis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan hukum terhadap cryptocurrency di Indonesia masih bersifat parsial dan memerlukan penyempurnaan. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan hukum yang komprehensif melalui pembentukan norma baru atau pembaruan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai bentuk umbrella provision guna memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi masyarakat. Temuan ini diharapkan dapat menjadi kontribusi dalam perumusan regulasi yang adaptif terhadap dinamika teknologi keuangan digital</p>Aris Yuni Pawestri, Basuki Kurniawan, Muhamad Syah Ridho Ubbadurrohman, Cahyani Aprilia
Copyright (c) 2025 Aris Yuni Pawestri, Basuki Kurniawan, Muhamad Syah Ridho Ubbadurrohman, Cahyani Aprilia
https://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0
https://proceeding.unmuhjember.ac.id/index.php/nms/article/view/752Wed, 21 May 2025 00:00:00 +0200Urgensi Pendidikan Tinggi untuk Polisi
https://proceeding.unmuhjember.ac.id/index.php/nms/article/view/753
<p>Kesenjangan pemahaman teori hukum pidana dan hukum acara pidana antara Aparat Penegak Hukum yang terdiri dari Polisi, Jaksa, Hakim dan Advokat kerap terjadi secara praktik mengingat terjadi ketidakseimbangan sumber pengetahuan antara polisi dan Aparat Penegak Hukum lainnya. Polisi bersumber dari akademi dan sekolah kedinasan yang berorientasi pada penerapan praktik dalam ruang lingkup paling tinggi sarjana terapan, sedangkan Aparat Penegak Hukum lainnya bersumber dari pendidikan tinggi hukum dalam ruang lingkup strata sarjana yang mengutamakan pemahaman teoretik. Polisi sebagai alat negara yang berfungsi dalam penegakan hukum tidak menerima sumber pengetahuan yang setara dengan Aparat Penegak Hukum lainnya. Kesenjangan ini berakibat pada pencari keadilan yang kerap menjadi korban dalam ketidakseimbangan relasi ini. Penelitian ini adalah penelitian normatif, dengan pendekatan konseptual, pendekatan perundang-undangan dan pendekatan perbandingan. Hasil dari penelitian adalah perlunya konsep holistik untuk mendorong proses pendidikan tinggi bagi kepolisian dalam rangka mendorong pemenuhan prinsip keseimbangan peran dalam sistem peradilan pidana yang bertujuan mewujudkan keadilan bagi masyarakat.</p>Ahmad Suryono, Muhammad Imron
Copyright (c) 2025 Ahmad Suryono, Muhammad Imron
https://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0
https://proceeding.unmuhjember.ac.id/index.php/nms/article/view/753Wed, 21 May 2025 00:00:00 +0200Kritik Terhadap Perlindungan Ham Dalam Peradilan Pidana: Implikasi Terhadap Sdgs Desa Damai Dan Kesetaraan Gender Di Kabupaten Jember
https://proceeding.unmuhjember.ac.id/index.php/nms/article/view/754
<p>Perlindungan hak asasi manusia (HAM) dalam peradilan pidana merupakan elemen krusial untuk menjamin keadilan yang setara bagi setiap warga negara. Namun, praktik peradilan pidana di Indonesia masih menyisakan persoalan pelanggaran HAM, khususnya terhadap kelompok rentan seperti perempuan dan masyarakat desa. Penelitian ini bertujuan untuk mengkritisi efektivitas perlindungan HAM dalam sistem peradilan pidana Indonesia dan menganalisis implikasinya terhadap pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs), khususnya Desa Damai dan Kesetaraan Gender. Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif dengan pendekatan konseptual dan peraturan perundang-undangan yang relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses peradilan pidana masih cenderung mengabaikan prinsip non-diskriminasi, akses terhadap keadilan, serta perlakuan setara terhadap perempuan korban dan terdakwa. Hal ini berimplikasi negatif terhadap upaya mewujudkan Desa Damai yang inklusif dan setara gender sebagaimana dimandatkan dalam SDGs. Selain itu, lemahnya perlindungan hukum bagi perempuan korban kekerasan dan tidak optimalnya mekanisme perlindungan saksi juga menjadi hambatan struktural. Kesimpulan dari Penelitian ini menegaskan pentingnya reformasi hukum acara pidana yang berperspektif HAM dan gender sebagai prasyarat terciptanya keadilan substantif di tingkat lokal. Pembaruan regulasi, peningkatan kapasitas aparat penegak hukum, dan penguatan institusi desa menjadi kunci strategis untuk mencapai keadilan yang berkelanjutan dan berkeadaban.</p>Fauziyah Fauziyah
Copyright (c) 2025 Fauziyah Fauziyah
https://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0
https://proceeding.unmuhjember.ac.id/index.php/nms/article/view/754Wed, 21 May 2025 00:00:00 +0200Kecerdasan Artifisial dan Pembuktian Elektronik dalam Peradilan Modern
https://proceeding.unmuhjember.ac.id/index.php/nms/article/view/755
<p>Perkembangan teknologi digital membawa transformasi besar dalam sistem peradilan, khususnya dalam ranah pembuktian. Kecerdasan artifisial (AI) kini mulai dimanfaatkan untuk mendukung proses pembuktian melalui otomatisasi analisis data, digital forensics, hingga prediksi putusan. Bersamaan dengan itu, pembuktian elektronik menjadi instrumen penting dalam perkara perdata maupun pidana. Penelitian ini mengeksplorasi relevansi dan tantangan hukum dari penggunaan AI dalam proses pembuktian elektronik, dengan pendekatan statue approach dan conceptual approve dan comparative approach . Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dan kajian ilmiah terhadap peradilan modern di Indonesia, khususnya dalam proses pembuktian dengan tujuan guna perwujudan asas peradilan biaya ringan, cepat, juga sederhana.</p>Amara Diva Abigail
Copyright (c) 2025 Amara Diva Abigail
https://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0
https://proceeding.unmuhjember.ac.id/index.php/nms/article/view/755Wed, 21 May 2025 00:00:00 +0200Algorithmic Bias Dalam Restorative Justice: Ancaman Bagi Marginal
https://proceeding.unmuhjember.ac.id/index.php/nms/article/view/756
<p>Integrasi kecerdasan buatan (AI) dalam sistem keadilan restoratif telah membawa paradigma baru sekaligus tantangan kompleks dalam penegakan hukum pidana. Penelitian ini mengkaji secara kritis dampak bias algoritmik terhadap kelompok marginal dalam konteks keadilan restoratif di Indonesia. Dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif-kritis dan analisis kualitatif, penelitian ini menganalisis berbagai dokumen hukum, laporan kebijakan, dan studi kasus internasional seperti sistem COMPAS di AS yang terbukti memiliki bias rasial. Hasil penelitian mengungkap beberapa temuan krusial: pertama, algoritma cenderung mereproduksi ketidakadilan struktural yang tertanam dalam data historis; kedua, implementasi sistem prediktif seperti SPPT-TI di Indonesia berpotensi memperparah ketimpangan tanpa mekanisme pengawasan yang memadai; ketiga, prinsip-prinsip dasar keadilan restoratif seperti partisipasi dan kesetaraan terancam tergeser oleh logika teknis yang kaku. Penelitian ini menawarkan rekomendasi kebijakan komprehensif yang meliputi: (1) audit etik berkala terhadap sistem algoritma, (2) pengembangan model hybrid yang memadukan teknologi dengan kearifan lokal, (3) pelatihan etika digital bagi aparat penegak hukum, (4) penguatan regulasi berbasis HAM, serta (5) mekanisme partisipasi publik dalam pengembangan sistem. Temuan penelitian ini tidak hanya relevan bagi pengembangan kebijakan hukum pidana di Indonesia, tetapi juga memberikan kontribusi signifikan dalam diskursus global tentang etika AI dalam sistem peradilan. Penelitian lanjutan diperlukan untuk menguji efektivitas model hybrid dalam konteks lokal yang spesifik.</p>Franky Ariyadi
Copyright (c) 2025 Franky Ariyadi
https://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0
https://proceeding.unmuhjember.ac.id/index.php/nms/article/view/756Wed, 21 May 2025 00:00:00 +0200